Sacrificing And Ready To Get Nothing

Dulu…dulu sekali…ketika saya baru mengenal apa itu yang namanya cinta dan jatuh cinta. Lalu pacaran, saya dicela sama temen. Dia nggak setuju kalo saya ini terlalu royal dalam urusan keluar duit. Saya bilang, namanya juga cinta. Saya mah ikhlas-ikhlas saja melakukannya. Lalu teman saya menyebut saya bodoh.

Terus…dulu…dulu sekali. Ketika bahkan saya baru saja kenal dengan orang baru, yang notabene adalah teman dari teman saya, saya sudah keluar duit untuk traktir ini itu. Lalu temen saya yang sama, bilang saya bodoh. dia bilang belum apa-apa sudah keluar duit. Weitz…tunggu dulu. saya bilang, sebagai tuan rumah bukannya memang harus berbaik-baik dengan tamu?

Dan sekarang teman saya entah dimana. Sesudah kerja, sibuk, dia menghilang begitu saja. Boro-boro inget, ngasih kabar saja enggak. Padahal dulu dia bilang sama saya ” Aku nggak akan lupa sama kebaikan kamu No. Thanks ya udah diajakin nonton konser Glenn. Thanks ya udah dibeliin parfum. thanks ya udah ditraktir nonton. Thanks ya udah dibeliin makanan..thanks buat ini dan thanks buat itu”

Waktu itu saya cuma bilang “Nggak apa-apa…asal ntar kalo kamu udah sukses, jangan lupa sama aku yo?” dan dia bilang nggak bakalan…

Tapi sekarang? Huahahahaha…

Saya sih tidak sedang mengingat-ingat dengan semua yang sudah saya lakukan. Karena dulu saya melakukannya atas nama cinta, kasih sayang, dan kepercayaan pada teman biasa maupun teman spesial saya. Dan kalau urusannya sudah mengenai cinta, tidak ada yang “TERLALU” untuk yang namanya cinta.

Kata orang cinta itu buta. Cinta itu kadang membuat akal sehat kita jadi nggak jalan. Ah, siapa bilang. Bukan nggak sehat bukan gila kalau kemudian kita bisa berkorban apa saja demi orang yang kita cinta dan kita sayang. Nggak ada urusannya dengan akal sehat apakah kita bisa melakukan sesuatu atau menghabiskan berapa banyak uang atas nama cinta. Semuanya dilakukan atas dasar pengorbanan yang tulus. Demi apa lagi kalau bukan demi cinta dan orang-orang yang kita cintai.

Lantas bagaimana kejadiannya kalau tiba-tiba kita merasa dilupakan begitu saja ketika seseorang sudah berhasil mencapai tujuannya dan tidak ingat sedikitpun dengan pengorbanan yang kita lakukan?

Barangkali memang menyakitkan pada awalnya. Kalau masih ingat betapa kita menghabiskan banyak waktu dan pikiran, kita menghabiskan banyak materi demi orang itu, lalu kemudian tidak ada sesuatu yang dia lakukan kecuali membuat kita bersedih, rasanya sangat menyesal kalau ingat semua hal yang kita lakukan.

Tapi apakah kita ini tahu bagaimana akhirnya? saya juga nggak bakalan tahu kalau teman saya yang bilang “saya pinjam duit” itu kemudian kabur entah kemana. Boro-boro dibalikin, nomer handphone nya saja saya sudah tidak bisa melacaknya. Email dikirim tapi tak berbalas. Ditagih tapi juga nggak digubris. Saya juga mana tahu kalau teman saya yang satunya tiba-tiba berubah sikap jadi seolah nggak kenal sama saya. Di SMS juga balesnya seadanya. Diajakin chatting via FB juga lebih milih sign out padahal belum ngobrol apa-apa. Kalau inget yang dulu-dulu…duh, rasanya sakiiiiit banget.

Tapi apa ini yang pertama kali?

Ah, nggak juga.

Pengorbanan, atas nama cinta, seringnya memang berujung pada sakit hati. Hanya ingin menunjukkan bahwa yang namanya pengorbanan yang tulus itu memang pada akhirnya nggak bakalan memberi kita apa-apa. Karena yang namanya pengorbanan yang ikhlas itu memang sejatinya tidak menghasilkan materi apa-apa. Hanya Tuhan yang tahu niat kita. Harusnya sih begitu.

Buat saya pribadi, menuliskan ini saja sudah merupakan cerminan bahwa saya tidak begitu ikhlas dalam melakukan semua hal yang saya lakukan dulu. Itu adalah hal yang wajar. Tapi demi mengingat bahwa saya melakukan semua atas dasar cinta dan kasih sayang, saya jadi berpikir ulang untuk mendapatkan balasan materi dari orang-orang itu.

Saya juga jadi sadar bahwa disamping berkorban atas nama cinta, kita patut menyertakan Tuhan dalam hal ini. Jadi tidak lagi hanya atas nama cinta dan kasih sayang, tapi berkorban demi orang lain atas nama Tuhan dan kemanusiaan.

Waktu yang kita habiskan, materi yang kita habiskan, semuanya kita lakukan atas nama pengorbanan. Dan sudah sejatinya juga yang namanya pengorbanan dilakukan atas nama keikhlasan. Dan tidak ada lain yang merujuk pada keikhlasan kecuali satu, ridho dari Tuhan. Apalah artinya balasan materi dari manusia, kalau itu hanya akan memberikan kita kekosongan karena mereka dengan terpaksa membalasnya? tidak menyenangkan bukan?

Saya jadi belajar sekarang, apa yang sudah saya lakukan terhadap keluarga saya, teman-teman saya, kekasih saya, semuanya saya lakukan atas nama keikhlasan,walaupun kadang masih begitu berat, apalagi kalau sudah bicara soal materi. Tapi apalah arti materi dibandingkan dengan kebahagiaan orang lain yang kita tolong dan kebahagiaan kita sendiri karena sudah mampu menolong orang lain, dengan materi dan non materi.

Semoga saja bisa belajar bahwa konsekuensi dari pengorbanan itu tidak lain dan tak bukan adalah tidak mendapatkan apa-apa. Tapi niat baik untuk berkorban demi orang lain, semoga saja menghasilkan sesuatu yang baik kelak dikemudian hari.

Amin.

2 thoughts on “Sacrificing And Ready To Get Nothing

Leave a comment