AQuAriUs – The Other Side Of Me

Welcome To Aquarius

Well…

I’m gonna use this page to show you the other side of me. The gentle one. The delicate one. The vulnerable one.

I think i lost it.

So i wanna take it back.

Too many sins, to many dirt so it’s covered my heart

I don’t wanna

I wanna get it back

Welcome to Aquarius….the land of delicate

=================================================

A Letter For You

Saya masih seperti saya yang dulu. Saya yang 4 bulan lalu mengenal kamu.

Saya yang pertama kali merasa tertarik dengan kamu dan memberikan kesempatan bagi diri saya mengenal kamu lebih jauh. Saya tidak berubah. Saya masih seperti saya yang 4 bulan lalu.

Ketika itu, saya mencoba untuk bilang tidak. Tapi nyatanya saya luluh juga pada kenyataan bahwa saya tidak bisa melupakanmu, pada malam itu. Entah kenapa tiba-tiba saya teringat kamu. Saya tidak tahu. Ini memang aneh.

Dan sampai sekarangpun saya tidak punya alasan yang cukup untuk menjelaskan bagaimana semua kejadian yang selama 4 bulan ini berlangsung. Yang saya tahu saya berubah. Dari tidak tertarik menjadi tertarik. Dari skeptis menjadi percaya. Dari menutup diri menjadi seseorang yang bisa memberi kesempatan pada orang lain untuk hadir dalam hidup saya. Dan orang itu adalah kamu.

Saya masih seperti saya yang 4 bulan lalu.

Jadi kalau kamu bertanya pada saya, apakah selama ini ada yang berubah dari perasaan saya terhadap kamu, saya bisa bilang, tidak ada yang berubah. Oh tidak, ada yang berubah. Ada yang berubah.

Saya jadi semakin tidak mengerti.

Kenapa saya jadi berubah semakin mencintai kamu.

Kenapa saya berubah jadi takut kehilangan kamu.

Kenapa saya berubah menjadi orang yang begitu kesepian, seandainya satu hari saja saya tidak melihat kamu.

Kenapa saya berubah, menjadi semakin merindukanmu disaat saya ingin menjauh sejenak dari kamu.

Itu yang berubah. Dan masih banyak yang mungkin berubah. Tapi entah apa lagi yang bisa saya ketahui tentang perasaan saya sendiri terhadap kamu.

Lebih dari itu, lebih dari yang bisa kau khawatirkan, tidak ada.

Saya tidak berubah.

Saya masih sama seperti saya yang 4 bulan lalu mengenal kamu.

….

Mungkin kita memang selayaknya khawatir tentang bagaimana akhir dari cerita ini. Mungkin kita sepatutnya bertanya-tanya, akan seperti apa cerita hidup kita kelak, ketika kita tidak bersama-sama lagi.

Mungkin kita sepatutnya berencana, tentang apa-apa saja yang akan kita lakukan dengan kehidupan kita yang baru kelak, saat takdir mengatakan, semua hal ini sudah saatnya usai.

Terus terang saya memikirkan itu. Terus terang saya sedikit khawatir saat membayangkan bagaimana kehidupan saya kelak, dan kehidupan kamu juga kelak, dan kehidupan kita masing-masing kelak.

Ah, saya berharap kita dapat terus bersama-sama. Menentang dunia dan mencoba menjadi diri kita sendiri. Tapi saya tahu saya tidak bisa. Saya tidak bisa. Meski saya ingin, tapi satu sisi dari diri saya mengatakan saya tidak berkuasa untuk melakukan itu. Ada banyak hal yang harus saya pikirkan. Saya tidak boleh egois dan memikirkan diri saya sendiri. Ada banyak kehidupan yang harus dijaga. Ada banyak nama yang harus tetap dilindungi bau harumnya. Semuanya membuat saya semakin jauh dari kamu.

Tapi percayalah, saya masih seperti saya yang dulu.

Saya yang 4 bulan lalu, dan masih lama ingin bersama-sama dengan kamu.

….

Saya sangat sedih malam ini, ketika menemukan diri saya sudah memperlakukanmu dengan tidak adil. Saya tahu hati kamu terluka. Saya tahu kamu berpikir bahwa saya sudah tidak cinta. Demi Tuhan yang akan menghukum saya kelak karena semua hal ini, saya tidak bermaksud melakukan itu. Namun saya hanya ingin sendiri malam ini. Saya hanya ingin melihat semua kebenaran yang ingin saya cari tahu. Sendiri. Tanpa kamu.

Tapi tahukah kamu hal seperti ini membunuh saya perlahan?

Entahlah, ada sebuah perasaan yang terhubung sangat kuat dengan kamu malam ini. Saya tahu kamu tidur dalam keadaan sedih. Saya tahu kamu tidur dengan sejuta pikiran buruk tentang perasaan saya terhadapmu. Saya tahu malam ini kamu ingin menangis dipelukan saya, mungkin sambil bertanya “ada apa dengan kita? Masihkah kamu cinta saya?”

Saya tahu itu. Seandainya pikiran saya tentang kamu malam ini salah, pun saya tetap ingin mengatakan “Tidak. Tidak ada apa-apa dengan kita. Semuanya baik-baik saja. Dan ya, saya masih cinta kamu, dan ingin terus mencintai kamu, sampai keadaan memaksa saya untuk bilang saya tak sanggup lagi”

Beberapa hari ini saya berpikir tentang waktu-waktu yang akan datang.

Akankah saya bisa melakukan hal bersama dia seperti yang saya lakukan dengan kamu?

Bisakah saya merasa bahagia dengan dia, selayaknya saya merasa bahagia saat saya dekat dengan kamu?

Bisakah saya bicara dengan bahasa yang sama dengan dia seperti saat saya bicara dengan kamu?

Saya tahu kita berbeda pemikiran. Kadang kita berdebat dan saling tidak menyetujui. Dan kadang kita tertawa karena menemukan hal yang sama dalam pemikiran kita.

Tapi bisakah saya merasakan hal sama dengan dia, seperti ketika saya merasakannya dengan kamu?

Saya merasa pesimis dan tidak yakin dengan itu, tapi saya tahu saya terpaksa harus menemukan orang itu.

Entahlah, saya tidak tahu. Saya begitu takut. Saya takut semakin salah. Saya takut menjadi orang yang terus menerus berbohong. Saya sangat takut. Dan rasa takut ini membuat saya berpikiran  untuk sejenak saja memberi jeda pada hubungan kita.

Bukan untuk membuatmu terkatung-katung, bukan untuk menjebakmu dalam ketidak pastian, seperti apa yang pernah kekasihmu dulu lakukan padamu. Tidak, saya tidak seperti dia, sejak awal saya menegaskan saya tidak seperti dia, dan tidak akan seperti dia. Pun saat ini, saat saya merasa memang harus ada jeda sejenak, karena kita sudah berlari terlalu jauh.

Saya tidak keberatan berlari terus bersamamu sampai saya dan kamu lelah.

Tapi orang-orang itu, tidak bisa saya tinggalkan begitu saja. Mereka, yang juga sangat berarti bagi kehidupan saya, tidak bisa saya abaikan begitu saja. Saya mencintai kamu tapi sekaligus mencintai mereka.

Saya berharap dapat mencintai kalian berdua dengan porsi yang seimbang dan kalian mau menerima keadaan saya yang mendua. Tapi saya rasa itu tidak mungkin. Bukankah begitu?

Pernyataan ini bukan sebuah bentuk keputus asaan atau sebuah permintaan agar kamu pergi meninggalkan saya. Tidak. Karena jujur saja saya belum siap, walau saya harus mulai bersiap-siap. Tidak, saya tidak memintamu untuk pergi meninggalkan saya.

Saya hanya ingin kamu tahu bahwa saya tidak berubah. Saya masih seperti saya yang 4 bulan lalu mengenalmu, mulai tertarik padamu, memutuskan untuk memberi kesempatan pada diri saya dan kamu untuk saling mencintai. Saya masih seperti itu.

Masih sama.

Saya ingin, kelak ketika memang takdir sudah berbicara “wajib” Nya, ketika saya sudah tidak bisa melakukan apa-apa, saya ingin kamu tetap menyimpan saya dalam hati kamu, seperti saya yang akan menyimpan kamu dihati saya, sampai kapanpun. Saya akan berusaha meyakinkan kamu bahwa cerita antara saya dan kamu ini akan menjadi sebuah cerita terakhir dari bab cinta yang salah dalam kehidupan saya. Entah dengan kamu, tapi saya ingin mengatakan bahwa kamulah yang menjadi orang terakhir yang mampu membuat saya merasa nyaman ketika berdua. Kamulah orang terakhir yang akan jadi bagian sejarah cerita hidup saya yang kelam, tapi percayalah, kamu adalah cahaya saya. Cahaya yang mungkin orang bilang, datang dari pihak yang salah. Tapi saya tahu, Tuhan menggariskan saya bertemu denganmu, walau Dia tidak menggariskan bahwa saya harus jatuh cinta padamu. Kalau yang itu, murni insting saya sebagai manusia, yang senang jatuh cinta dengan cara yang salah.

Saya tidak ingin menuliskan apa-apa lagi, malam sudah semakin larut, dan saya sudah mulai kehilangan daya. Tapi saya masih ingin meminta beberapa hal dari kamu.

Saya mohon jangan benci saya.

Saya mohon jangan hakimi saya.

Saya mohon jangan tidak ingin mengenal saya lagi kelak dikemudian hari.

Saya mohon jangan sakiti hati saya dengan melupakan saya.

Meski kita tak lagi saling bicara kelak, saya mohon jangan benci saya, jangan lupakan saya dari ingatan kamu, meski kelak kau sudah bersama orang lain.

Saya tidak meminta kamu untuk terus mencintai saya ketika nantinya kamu bertemu dengan orang lain,karena itu sangat tidak adil, yang saya minta dari kamu adalah kamu tidak membenci saya dan keputusan saya kelak.

Saya mencintai kamu dan entah kenapa bisa begitu.

Hhhh…saya sangat lelah. Ternyata saya sudah meminta banyak hal dari kamu malam ini. Saya masih belum tahu apakah semuanya bisa kamu penuhi. Tapi setidaknya saya lega,karena saya sudah menyampaikan semuanya. Semuanya.

Dan saya rasa kamu paham, karena kita sudah seriing membicarakan ini bukan?

Bukankah kita sama-sama tahu bahwa kita inginmenikmati waktu kita yang  tak lama ini.

Saya tahu kamu sangat membenci kalimat ini, tapi sekali lagi, saya mengucapkannya bukan karena tidak peduli pada perasaanmu, tapi saya mengucapkannya karena saya ingin mencintai kamu selamanya.

“I Just Wanna Enjoy This Moment With You, And I Hope You Wanna Feel The Same Way Too”

Deep from my heart,

Me.

================================================

My Vurnerable Moment….

Saya merasa ada sesuatu yang lain sekarang. Saya berubah. Saya bingung dan tak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya berada diambang kebimbangan. Antara surga atau neraka. Antara hidup saya atau hidup mereka.

Saya sedang sangat sedih. Saya sedang ingin menangis dan mempertanyakan semua hal yang sepertinya memang sudah jelas ini.Dan pada akhirnya saya malu.

Saat diluar sana saya sering terhenti sejenak untuk melihat orang-orang. Berlalu lalang. Bercakap-cakap. Tertawa dan menangis. Mengatakan sesuatu atau diam. Menyetujui dan menyangkal. Berlari dan berjalan. Dan semua hal yang mereka lakukan membuat saya seakan berdiri sendiri. Ditengah-tengah dan mempertanyakan sesuatu.

Untuk apa semua ini?

Lalu saya hanya terdiam dan berpikir seakan saya ini sudah gila dan berputus asa. Lalu tiba-tiba saya takut untuk menjadi tua. Lalu tiba-tiba saya takut untuk mati. Karena saya tahu saya tidak akan membawa apa-apa kecuali dosa-dosa selama saya hidup. Entahlah, tidak ada yang lain yang bisa saya ingat kecuali dosa-dosa saya. Saya tidak tahu apakah saya sudah melakukan banyak hal baik dalam hidup saya selama ini, karena satu hal yang bisa saya ingat adalah dosa saya.

Dan hal itu membuat saya takut untuk menjadi tua dan mati.

Lalu saya sadar bahwa tak ada yang abadi didunia ini.

Semuanya kelak akan hancur dan musnah.

Dan kenapa Tuhan menciptakan semua ini jika kelak Dia hancurkan lagi?

Entahlah, saya tidak pernah tahu jawaban dari pertanyaan itu.

Yang pasti saat ini saya sedang sedih. Saya sedang merasa bersalah. Saya sedang merasa berdosa. Saya merasa saya menipu banyak orang. Saya merasa saya sedang memakai topeng dan memainkan peran yang mungkin dengan terpaksa saya jalankan. Saya bilang mungkin karena saya mempertanyakan hal ini ,apakah saya menginginkannya atau tidak?

Saya tidak bisa berbuat apa-apa meski ada sesuatu yang saya inginkan untuk lakukan. Karena saya tahu apa yang saya inginkan ini pasti mendapatkan banyak tentangan. Dan saya tahu saya tidak sekuat itu untuk menantang mereka.

Perut saya mual ketika mengingat kemana semua ini akan berakhir kelak. Untuk apa semua ini, Untuk apa saya memperjuangkan semua ini, jika hal ini tidak bisa membantu kehidupan saya kelak? Sekali lagi saya menyerah pada ketidaktahuan saya dan saya tidak berusaha untuk mencari tahu.

Saat ini saya sedang sangat sedih. Saya benar-benar lelah dengan menjadi palsu. Saya ingin mengatakan kepada orang-orang yang saya sayang bahwa saya tidak ingin menyakiti mereka dalam bentuk dan dengan cara apapun. Saya hanya ingin melakukan sesuatu yang membuat mereka bahagia, tapi saya tahu saya tidak mampu melakukannya. Dan ini membuat saya sangat sedih.

Saya tahu saya belum mampu meninggalkannya. Tapi saya juga tidak bisa terus menerus melakukan ini dan menyakiti hati yang lain.

Saya berharap saya sendiri. Tercipta dari kesendirian dan menghilang dalam kesendirian. Tapi saya tidak ditakdirkan seperti itu. Saya ada karena mereka ada. Dan orang lain hadir dalam hidup saya karena saya ada. Dan saya tidak bisa menyakiti mereka.

Saya tidak tahu siapa lagi yang bisa saya peluk. Saya tidak tahu siapa lagi yang bisa saya ajak bicara, karena saya hanya ingin didengarkan, bukan dihakimi.

Saya hanya ingin mengatakan pada dia bahwa saya mencintai dia. Saya tidak ingin dia pergi dari kehidupan saya, karena saya mencintai dia. Saya terlanjur mencintai dia dan takut kehilangan dia. Tapi saya tahu saya tidak akan bisa melanjutkan perjalanan ini bersama dia meski saya ingin. Tapi saya tidak mampu meneruskan sesuatu yang salah diantara kami. Saya ingin berhenti. Tapi tidak ingin dia berhenti mencintai saya dan berubah membenci saya karena keadaan yang memaksa ini. Saya mencintai dia. Saya ingin dia tahu bahwa saya selalu ingin memeluknya. Saya selalu ingin dia peluk. Saya ingin dia ada. Saya ingin saya dibutuhkan untuk ada. Saya masih ingin mencium keningnya dan saya ingin dia mencium kening saya. Saya masih ingin mencium bibirnya dan dia mencium bibir saya. Tapi saya tidak bisa menolak takdir bahwa ini semua memang harus berakhir dan saya harus memulai kehidupan yang lain dengan orang yang lain.

Saya sangat sedih jika harus mengingat hal itu. Karena saya tahu, bukan itu yang saya inginkan untuk saya bawa mati kelak. Tuhan pasti akan mempertanyakan hal ini dihari penghakiman kelak dan saya tidak ingin mendapatkan kesulitan, meski saya ingin bilang saya tidak bisa apa-apa Tuhan, karena ini cinta.

Disisi lain saya ingin mengatakan pada hati yang lain bahwa saya sangat mencintainya. Saya tidak ingin dia kecewa karena telah memberi saya hidup selama ini. Saya tidak ingin melihat dia menangis karena saya. Saya ingin sebisa mungkin melakukan apa yang dia inginkan meski nyawa saya taruhannya. Saya tidak ingin mengecewakan dia. Karena saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk membuatnya senang. Pengorbanan yang kelak akan saya lakukan masih belum sepadan dengan apa yang sudah dia berikan pada saya selama ini. Saya tahu saya tak akan mampu menggantinya dengan apapun, termasuk dengan hidup saya kelak. Saya ingin menangis dibawah kakinya yang berbau surga dan meminta ampun atas semua dosa dan kesalahan saya selama ini. Saya tahu saya bukan orang yang bisa menjaga kepercayaan yang telah dia berikan pada saya selama ini. Untuk itulah saya ingin minta maaf atas semua kesalahan saya. Saya merasa sakit dengan ini semua. Saya ingin memberitahukan semua hal yang selama ini terjadi pada saya. Saya tidak berharap dia mau mengerti, tapi saya harap dia tidak akan menangis dan mengutuki saya. Saya hanya ingin dia memeluk saya dalam diam dan mengatakan bahwa dia memaafkan saya. Itu saja sudah cukup bagi saya. Saya tidak ingin yang lainnya. Dan setelah itu entah bagaimana caranya saya tak akan kembali membuatnya kecewa. Tapi saya tidak tahu apakah bisa dia tidak menangis ketika kelak saya bicara padanya?

Tuhan tolong saya, saat ini saya sedang rapuh….

From Me

====================================================

Entah kenapa malam ini saya sangat merindukan ayah saya. Tiba-tiba saja saya bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ketika dia melihat saya. Ketika dia sedang diam atau saat dia bicara pada saya. Tapi seringnya, setelah dia meninggal, saya hanya melihat wajahnya yang menatap nanar pada saya. Dalam diam dan tidak sepatah katapun keluar. Meski begitu, saya sering sekali melihat wajahnya dalam keadaan sedih. Dan ada sejuta pertanyaan yang ingin dia ajukan pada saya. Kenapa? Ya, kenapa?

Saya berusaha untuk mengerti bahwa hubungan saya dengan dia memang tidak terlalu dekat, tapi saya sangat menyayanginya. Saya tahu dalam hati yang paling dalam dia peduli pada saya. Meski saya tidak pernah tahu apakah dia bangga atas saya atau tidak. Dia tidak pernah mengatakannya. Tapi saya tahu dia bangga pada saya, meski hanya sedikit perasaan itu. Setidaknya saya tahu, ketika dihari dia dimakamkan, tante saya berkata pada saya ” dia bangga punya anak seperti kamu, percayalah.” Dan saya mencoba untuk percaya, meski saya sendiri ragu, pada saya sendiri dan kemampuan saya, apakah saya punya hal itu untuk dia banggakan.

Tapi saya tahu,ayah saya bangga pada apa yang saya lakukan.

Hanya saja, saya sendiri yang sering mengacaukannya. Saya tahu ketika banyak hal terjadi dalam hidup saya, dia merasa sangat sedih. Dan dia tidak pernah mengatakannya meski dia sangat ingin mengatakannya. Saya tahu ini, seperti saya tahu bahwa dia sangat peduli pada saya. Dia sayang sama saya.

Dan malam ini saya sangat merindukannya.

Saya ingat ketika dimalam sebelum adik saya mengucapkan janji pernikahan, saya bertemu dengan beliau. Saya benar-benar melihatnya. Secara utuh. Saya tidak meragukannya. Hidup selama hampir 25 tahun bersamanya, membuat saya pasti bahwa sosok yang saya lihat malam Itu dalam mimpi saya adalah dia. Dia yang berbaju putih-putih, berkata pada saya bahwa tugasnya sebagai seorang ayah telah selesai. Dan dia ingin saya yang melanjutkan tugas itu. Dia ingin saya menyayangi dan melindungi keluarga saya yang tersisa. Ibu dan adik perempuan saya. Malam itu dia bicara sendiri tanpa memberi saya kesempatan untuk mengucapkan sepatah katapun. Saya hanya diam terpaku. Saya ingat saya menganggukkan kepala saya tanda saya mengerti meski saya sedikit ragu apakah saya sanggup memikul tanggung jawab itu. Tapi saya tetap mengangguk mengerti.

Dan diapun berjalan menjauh dari saya yang masih berdiri dalam diam. Saya ingat dia berjalan ke arah sebuah pintu yang bersinar terang. Sinar putih yang terang tapi tidak menyilaukan. Saya melihatnya. Dan saya berpikir, itu pasti pintu menuju surga. Saya harap begitu. Lalu ayah saya berbalik dan berdiri disisi pintu itu. Disampingnya berdiri sebuah bayangan. Saya tidak melihatnya. Tapi saya tahu ayah saya tidak sendirian disisi  pintu itu. Dia menunggu ayah saya dengan sabar, sampai saat ayah saya melambaikan tangan pada saya sembari tersenyum. Senyum itu adalah senyum paling lembut yang pernah ayah berikan pada saya.  Selama hidupnya- seingat saya, dia tidak pernah tersenyum seperti itu pada saya. Tapi malam itu, ketika dia mengunjungi saya dalam mimpi, dia tersenyum pada saya. Lembut sekali, karena saya bisa merasakannya. Dan setelah itu perlahan-lahan saya tidak melihatnya lagi. Lalu saya terbangun dari tidur saya dan saya tahu bahwa ayah saya sudah tidak ada lagi bersama saya dan dia tidak akan ada lagi untuk saya. Dan malam itu saya tahu, saya telah melihat ayah saya untuk yang terakhir kali karena setelah itu saya tidak akan bisa melihatnya lagi. Dia tidak akan lagi datang berkunjung. Dan saya pun menghabiskan malam itu dengan menangis sendirian dikamar tempat dulu beliau tidur.

Saya harap dia masih diijinkan untuk mengunjungi saya….tapi meski tidak, saya berterima kasih pada Tuhan karena telah mengijinkan ayah saya datang berkunjung diwaktu yang sangat bersejarah. Saat dimana salah satu anaknya menikah. Dan dia tidak bisa menyaksikannya secara langsung. Tapi saya tahu dia bahagia disana.

Malam ini saya sangat merindukannya, namun sekaligus sadar bahwa selama ini saya telah melupakannya. Saya mendoakannya sambil lalu. Saya berdoa karena saya harus berdoa, bukan karena saya ingin berdoa. Dan saya sangat sedih karenanya sekarang. Perasaan ini menyadarkan saya bahwa saya ini bukan anak yang baik karena telah sedikit demi sedikit melupakan pesan yang dia titipkan. Saya tidak bisa menjaga diri saya sendiri, yang secara tidak langsung membuat saya tidak bisa menjaga ibu dan adik perempuan saya. Saya tidak bisa membuatnya bangga dengan banyak hal yang sudah saya lakukan.

Saat ini saya sangat sedih karenanya.

Saat-saat dimana saya tahu bahwa dia tidak ada lagi disamping saya adalah saat yang berat bagi saya. Walau tidak bisa saya pungkiri bahwa hubungan kami memang tidak berjalan dengan baik layaknya seorang anak dengan ayahnya. Saya sering mengeluhkan betapa kurangnya kasih sayang yang dia berikan pada saya. Saya sering menggambarkan betapa saya ini adalah anak yang seringkali dia aniaya. Namun kehilangan dia adalah kehilangan yang sangat besar dalam hidup saya. Saya seperti kehilangan salah satu kaki kehidupan saya. Meski kadang kaki itu tidak cocok dengan saya, tapi saya mengakui ketimpangan ketika kaki itu hilang. Dan ketakutan yang lebih besar datang lagi pada saya saat saya takut kehilangan ibu saya.

Saya tidak tahu kapan waktunya tapi saya sangat takut kehilangan ibu saya. Saya sangat takut. Saya merasa waktu saya sedikit untuk bisa menunjukkan betapa saya mencintai ibu saya. Saya tidak ingin menyesal seperti saya menyesal tidak bisa menunjukkan kasih sayang saya terhadap ayah saya. Meski saya tahu dia menyesal, tapi saya tidak bisa begitu saja menunjukkan bahwa saya tidak menjaga jarak. Dan sekarang, kehilangan ayah saya mengajarkan sesuatu bahwa saya harus melakukan sesuatu, sesuatu yang bisa menunjukkan bahwa saya sangat mencintai keluarga saya . Dan saya tidak boleh menyia-nyiakan waktu itu.

Malam ini saya merindukan ayah saya. Sangat merindukannya. Sampai saya tidak tahu lagi apa yang bisa saya lakukan kecuali menangis disini. Saya terlalu lama lupa padanya. Saya ingin selalu mengingat bahwa saya punya kewajiban untuk mendoakan dia. Karena  hanya itulah satu-satunya cara sekarang yang bisa saya lakukan untuk menunjukkan rasa sayang saya pada dia. Karena saya tidak pernah tahu, sebanyak apa waktu yang tersisa.

Waktu…manfaatkan dengan baik untuk menunjukkan bahwa Anda menyayangi ayah dan ibu anda, juga anggota keluarga anda yang lain.

Sebelum anda hanya bisa merindukannya dan  tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis karena anda sangat merindukannya….seseorang yang telah pergi dari anda untuk selamanya.

Malam ini saya berdoa pada Tuhan, sebanyak apapun dosa saya, dan dosa ayah ibu dan adik saya didunia, saya berdoa semoga kelak kami masih bisa dikumpulkan lagi disurga dalam satu keluarga.

Amin….

====================================================

Kalau saya lagi kangen…

Saya bakal bingung mau ngapain. Soalnya ini bukan rasa kangen biasa. Dan kamu juga bukan orang biasa, yang boleh saya kangenin. Itulah kenapa saya jadi bingung. Mau ngapain? Mau bilang, takut kamu nggak percaya. Mau meluk kamu dan cium kamu, susah nyari tempat. Mau nangis tapi kok ya kangen ini nggak bikin saya sampai semellow itu.. makanya saya jadi bingung…

Kalau saya lagi bingung…

Kadang-kadang saya nggak ngerti. Nggak ngerti dengan apa yang harus saya lakukan. Pengin begini tapi nggak bisa, pengin begitu tapi tapi tak mampu. Rasanya seperti computer ngambek yang tiba-tiba “nggantung”. Hang. Meski tak sampai mati total tapi bisa bikin keki juga. Itulah, kalau saya lagi bingung, memang suka bikin keki orang lain.

Jangankan orang lain…saya sendiri kadang juga ikutan keki.

Kalo saya ngerasa…kamu makin jauh…

Apakah itu benar? Apakah itu hanya perasaan saya saja? Atau jangan-jangan saya yang semakin jauh dari  kamu? Entahlah…karena sekarang, saya merasa…jalan, kita hanya sekedar jalan. Berdua, kita hanya sekedar berdua. Ngobrol kita hanya sekedar ngobrol. Kamu jarang benar-benar bisa bicara. Kamu lebih banyak diam. Dan mungkin saya juga. Entahlah. Saya seperti sendirian. Saya seperti kehilangan sesuatu. Kamu disini, tapi kamu seperti tak disini. Kamu hadir, tapi kamu seperti terpaksa. Ada yang hilang, tapi saya nggak tahu harus mencari sampai kemana.

Karena mungkin, memang sebenarnya saya nggak kehilangan apapun.

Mungkin saya yang berjalan terlalu jauh dari kamu. Sampai saya kehilangan jejak kamu. Tiba-tiba semuanya jadi serba sulit. Tiba-tiba ini semua seperti teka-teki. Saya seperti berada dalam sebuah labirin. Labirin yang penuh dengan dinding tinggi dan tebal. Sampai-sampai saya tidak tahu dimana kamu berada. Walau saya tahu, kamu bisa saja ada dibalik dinding itu. Mungkin diam saja, atau sama bingungnya. Mungkin mencari atau tak mencari.

Saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Itu sebagai tanda saya tidak tahu.

Dulu, kamu bilang kamu punya mimpi. Lalu kamu sampaikan mimpi itu. Dan saya cuma bisa tersenyum. Bukan senyum yang meremehkan tapi senyum bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena saya juga ikut terlibat dalam mimpi itu, namun sedih, karena saya tidak tahu sejauh apa saya bisa berperan dalam mewujudkan mimpi itu. Dan karena kamu tahu kalau saya tidak tahu, lalu kamu pun berusaha mengubur mimpi-mimpi itu. Kamu bilang biar saja, biar saja cuma kamu yang hidup dengan mimpi-mimpi indah itu. Dan kemudian saya merasa bersalah. Sangat bersalah.

Ah, kenapa jadi begini?

Bukankah dulu saya juga punya mimpi-mimpi itu? Bukankah dulu saya bilang saya senang dengan semua mimpi-mimpi itu? Tapi kenapa kemudian saya merasa kurang yakin kalau saya berani bangun dari tidur dan berusaha mewujudkan mimpi-mimpi itu? Kenapa saya lebih memilih menjaga mimpi itu agar tetap menjadi mimpi? Bukan kenyataan?

Apa karena saya tahu, kalau mimpi itu memang sangat sulit untuk menjadi nyata…

Kita tahu itu…

Dan kemudian kamu menarik diri. Dan kemudian kamu bilang kamu ingin sendiri. Dan kemudian kamu bilang “saya tetap sayang kamu. Saya cinta kamu. Lebih dari yang kamu bisa bayangkan. Lebih dari yang kamu bisa cari tahu. Dari pertama, sekarang, dan selanjutnya. Saya masih mencintaimu.”

Dan setelah itu saya seperti kehilangan kamu…Mimpi-mimpi itu menarik dirimu jauh dari hadapanku. Saya merasa kehilangan. Saya merasa bersalah. Karena saya, kamu kemudian pergi. Karena saya yang bimbang, karena saya yang pengecut, kamu harus merelakan dirimu sendiri sakit hati dan saya nggak ngerti kenapa bisa begitu. Yang saya tahu, sayalah penyebabnya.

Gamang..itulah yang saya rasakan. Bingung, itu juga saya rasakan. Tidak tahu lagi siapa yang harus dipeluk, karena kamu bilang kamu tak ingin memeluk saya lagi. Kamu bilang kamu ingin menjaga jarak. Kamu bilang kamu ingin menjaga diri. Diri kamu sendiri dan saya.

Saya ngerti. Tapi kenapa saya merasa kehilangan kamu sekarang?

Saya jadi tidak mengerti kenapa bisa seperti ini?

Jangan jangan…

Kamu berpikir bahwa saya sudah berubah? Jangan-jangan kamu berpikir bahwa saya sudah tidak menginginkanmu lagi? Jangan-jangan kamu berpikir bahwa saya hanya sekedarnya saja saat bersamamu? Jangan-jangan kamu berpikir bahwa saya terpaksa terikat padamu? Jangan-jangan kamu berpikir bahwa saya sudah tidak mencintaimu lagi dan mulai tertarik dengan orang lain?

Jangan-jangan…jangan-jangan? Kok bisa?

Bukankah kamu juga tahu bagaimana saya? Bukankah kamu tahu luar dan dalamnya saya? Bukankah kamu tahu bahwa saya tak mungkin semampu itu mencampakkan seseorang dan mencari orang lain yang saya suka dengan mudah? Bukankah kamu tahu saya tidak punya modal untuk itu?

Bukankah kamu juga kalau saya sering bilang, “Saya ini siapa?”

Sampai-sampai saya berani meninggalkanmu dan mencari kesenangan lain diluar sana?

Saya ini punya apa? Saya ini bisa apa?

Saya sama jeleknya seperti kamu. Saya sama tidak percaya dirinya seperti kamu. Saya sama miskinnya seperti kamu, meski saya tahu saya punya lebih banyak uang tunai dibandingkan kamu. Tapi saya bisa apa? Saya ini siapa?

Sampai kamu harus berpikiran kalau saya bakal laku berat diluar sana…

Kamu salah.

Dan kok bisa, kamu berpikiran seperti itu?

Kalau mimpi-mimpi itu mau kamu kubur sendiri karena kamu tahu kalau saya tidak mampu, atau setidaknya tidak tahu apakah saya mampu atau tidak, untuk ikut mewujudkannya, mungkin saya masih bisa maklum. Tapi kalau kamu kemudian juga ikut-ikutan berpikir bahwa saya tidak lagi tertarik denganmu karena hal-hal yang bersifat temporer seperti itu, saya bisa jadi sangat sedih. Karena saya tidak seperti itu. Atau setidaknya, saya tidak seberani itu.

Tidak berani melakukannya, bukan berarti menjadi alasan kalau saya terpaksa bersamamu. Tidak! Saya tidak menjadikanmu orang yang “daripada nggak ada mending milih kamu,” Bukan! Saya bukan seperti itu. Meski saya tahu kapasitas saya, tapi tidak terpaksa memilihmu. Kalau memang cinta itu ada untuk sebuah alasan, saya memang harus memilih satu dari sekian ribu, bahkan jutaan alasan. Saya memilih untuk mencintaimu karena hati saya yang berkata begitu. Jadi biarkan saja begitu…

Ah, saya cuma sedang kangen. Nggak usah dianggap terlalu dalam ya? Saya sudah cukup lega dengan jadi orang yang mellow yellow begini…

====================================================

Kamu, menyembunyikan sesuatu yang aku tak tahu. Meski sudah kucoba untuk tahu tapi kamu tak pernah memberi tahu. Dan begini jadinya.

Kamu, yang punya masa lalu, dan tak pernah jujur…dan beginilah jadinya.

Aku, yang merasa dikhianati. Aku yang merasa ditipu. Dan aku yang merasa dimanfaatkan.

Mana bukti tentang nilai yang sama? Mana bukti tentang saling terbuka? Mungkin kelak aku juga akan bertanya “mana bukti tentang setia?”

Kamu, yang selalu hanya bisa bicara tapi tak pernah memberikan bukti apa-apa.

Aku, yang selalu penuh dengan janji-janjimu. Bersabar dan tak pernah sedikitpun menagih. Tapi kini lihat apa jadinya…?

Bisa jadi aku yang terlalu sentimentil. Bisa jadi aku yang terlalu cerewet. Atau memang mungkin aku yang terlalu banyak menuntut. Tapi lihat aku, sebanyak apakah permintaanku sampai kau tak bisa memenuhinya? Sesulit apakah keinginanku, sampai kau merasa mustahil untuk mewujudkannya?

Aku sudah dalam tahap terlalu lelah untuk berdebat denganmu. Aku sudah tidak inginkan dirimu membuktikan apapun. Semuanya sudah percuma dan membuktikan bahwa semuanya memang percuma. Semua yang kita rasa, semua yang coba kita tutupi, semua yang coba kita perjuangkan. Semuanya percuma…indah, tapi percuma.

Ada perasaan marah disini. Ada sedih disini. Ada perih disini. Ada kecewa. Kau mau minta apa lagi? semuanya ada…lalu, kau mau minta apa lagi?

Beginilah kalau semuanya tak jelas…beginilah kalau semuanya disembunyikan…meski tak ada niat menyembunyikan. Tapi kau sudah tak jujur…

sudah tak jujur….

===================================================

Ini adalah tentang sebuah rasa…

Rasa yang tiba-tiba saja muncul. Entah bagaimana awalnya, entah darimana datangnya. Muncul begitu saja. Terasa mengganggu tapi saya ingin menikmatinya sebisa saya.

Maafkan saya kalau rasa ini tiba-tiba muncul lagi. Saya sama sekali tidak memintanya. Sungguh, Saya tidak memintanya. Muncul begitu saja.

Dan saya merasa sudah mengkhianatimu…

Maafkan saya dan perasaan saya..

Maafkan saya karena tiba-tiba ada dia diantara kita

Maafkan saya karena masih saja menyimpannya di dalam sini…

Maafkan saya…

Tiba-tiba rasa itu muncul lagi…

entah bagaimana datangnya…maafkan saya…

Sungguh saya tidak mengerti…

Maafkan saya…maafkan saya….

…saya mencintaimu…tapi dia datang lagi di pikiran saya saat ini…saya tidak tahu dan saya malu mengatakannya…tapi dia…datang lagi dipikiran saya akhir-akhir ini…

Maafkan saya…

saya tidak bermaksud untuk melakukan sesuatu yang bodoh yang bisa menyakitimu dan membahayakan hubungan kita…tapi tolong mengerti saya, saya tidak bisa menghilangkannya dari pikiran saya…

pikiran saya sangat kacau saat ini…dia datang lagi, tanpa saya minta…

…apa kamu percaya pada saya?

=================================================

Banyak lagu cinta saat ini yang membuat saya ingin menangis. Menangis karena dia. Dia yang hadir dalam mimpi saya kemarin pagi. Mimpi yang hampir mirip setiap waktu. Dalam rupa dan keadaan yang sama. Berdiri berhadapan, tak berkata-kata, hanya saling bertukar pandang dan senyuman.

Tapi rasanya sangat sakit ketika terbangun dan tersadar bahwa itu hanya mimpi…

Andai ada satu kesempatan dan ijin yang diberikan, saya ingin banyak berbincang denganmu. Ada sesuatu di dalam sini yang masih tersisa sampai saat ini. Yang tak mau hilang meski sudah diusahakan untuk tak diingat. Sesuatu yang tersumbat dengan perasaan sesak tak terkira. Menghimpit di relung hati. Membuat sedih. Pedih tak terperi.

Andai saya boleh mengaku, saya mencintai kamu. Dulu. Tapi entah kenapa saat mimpi-mimpi itu datang, perasaan itu muncul lagi sekarang. Meski semuanya sudah tak boleh lagi. Tapi saya tak bisa sama sekali melarang, untuk rasa itu datang lagi.

Apa yang harus lakukan? Apa yang harus saya lakukan ketika yang ingin saya lakukan hanyalah bertemu dan berbicara, seperti kita berbicara dulu. Hanya berdua, dan tak ada siapa-siapa. Ketika perasaan itu hanya jadi milik saya, bukan kamu.

Dan jika saya bisa melakukan itu, berbicara perasaan saya padamu, saya ingin, perasaan itu juga menjadi milik kamu, tak hanya saya. Meski saya tahu, tak boleh sepenuhnya rasa itu milik kita.

Saya ingin mengatakan, dulu…sepanjang waktu, saya jatuh cinta padamu

Saya jatuh cinta padamu sejak pertama kali saya lihat warna putih dan biru, bukan putih abu-abu

Saya jatuh cinta padamu, sejak tiba-tiba saya merasa bahwa kita adalah jodoh yang terpisah beratus-ratus tahun yang lalu

Saya jatuh cinta, meski kau beranggapan ini hanya khayalan anak remaja yang semuanya semu belaka

Saya tidak peduli, saya hanya ingin berbicara. Agar kamu tahu perasaan saya. Agar kamu tahu apa yang saya simpan selama ini. Agar kamu tahu apa yang saya korbankan selama ini. Agar kamu tahu, bahwa saya punya cinta yang besar untukmu. Dulu dan kadang-kadang, sekarang dan saat ini.

melihatmu dimimpi, sama saja melihatmu didunia nyata…tak tersentuh meski ada…

6 thoughts on “AQuAriUs – The Other Side Of Me

  1. tolong…
    apapun yang terjadi,
    jangan pernah hapus tulisan ini, apalagi blog ini…

    saya masih ingin kembali dan membaca ini lagi…

    *mohonijinmenyampirkanalamatbloginidiblogsaya…*

    • hehehehe…silakan…seperti yang anda tulis pada blog anda…”sampai kiamat…” Insya Alloh begitu… heheheh

  2. bwt jellek, walaupun z blg z benci km, tp jauh d dlm lubuk hati saya sangat merindukanmu walaupun sekarang sudah tidak mungkin karena km telah mamilih orang yg mungkin lebih baik dari saya, itu pasti karena dia adalah pilihan orang tuamu..
    tp ini sangat menyakitkan buatku.. jangan minta aku untuk mendoakan kalian, jangan doakan aku agar mendapat yang lebih baik darimu, karena bagiku hal itu sangat menyakitkan.. amat sangat menyakitkan..

Leave a comment