Di suatu siang di hari libur (bukan sambungan dari cerita sebelumnya lho…) – Tatat dan Bohai sedang “nglemprak” berdua dilantai kamar kos. Tidak melakukan apa-apa. Belum lebih tepatnya. Kertas itu masih putih. Jari-jari lentik Bohai masih memutar-mutar bolpoin layaknya mayoret sebuah marching band yang memainkan tongkatnya dengan sedemikian rupa.
Mereka berdua tampak sedang memikirkan sesuatu…
“Uhmmm….” Bohai bergumam sembari melihat ke arah Tatat yang juga sedang melihat ke arahnya. mereka berdua tersenyum malu seakan baru pertama kali bertatap muka.
“Kamu mau nulis apa sih?” tanya Tatat.
“Uhmmm….”
Tatat tersenyum. Bohai beringsut pelan.
“I wanna write sumthin’…sesuatu yang mungkin bisa jadi pembahasan yang penting. Antara kita berdua…”
“Kamu mau nulis seberapa banyak tamu yang bakal kita undang ke pernikahan kita kelak?”
“Ngaco!” Bohai memukul mesra dada kekasihnya.
Kali ini Bohai menggigiti ujung bolpoin ditangannya.
“I Love You…” ujar Bohai sambil menuliskan kata itu diatas secarik kertas berwarna putih di depan mereka.
“Hah?” Tatat keheranan.
“Ya. I Love You…Uhmm..menurutmu, dalam sebuah hubungan personal antar pasangan, apakah cinta saja cukup?”
Tatat terdiam. Bohai bersabar menanti jawaban dari seseorang yang saat ini ada dihadapannya.
“Hmm?” guman Bohai.
‘Uhmm…mungkin nggak. Mungkin juga iya. Menurutmu?”
“aku bisa aja nulis semua hal yang pengin aku tulis disini. Tapi kalau begitu artinya semuanya itu hanya berdasar pendapat aku aja. Aku kan nanya kamu. Kalau menurut Tatat, apakah cinta saja cukup untuk membuat sebuah hubungan personal itu tetap stabil dalam jangka waktu yang lama?”
“Yaaa…nggak lah…Ibarat kata begini, Apakah cukup sebagai manusia kita hanya hidup dengan cukup bernafas saja? tentu tidak kan? Pastinya ada aspek-aspek lain dalam kehidupan yang mampu menyokong kontinuitas hidup seorang manusia. Kita perlu makan. Kita perlu minum. Kita butuh istirahat. Kita butuh rekreasi. Dan masih banyak lagi lainnya.”
“Intinya, tak cukup hanya cinta kan?”
“Uhmmm..iya.”
“Oke…kalau begitu mari kita runtut apa-apa saja yang dibutuhkan oleh seorang pasangan agar hubungan mereka tetap stabil.”
“Why are you doing this?”
“Nothing! i just wondering..is it enough for someone says “i love you” and is this words have enough power to make a steady relationship?”
“Oooh…”
‘Oke mari kita mulai…selain cinta, apa saja yang kau butuhkan dari pasanganmu Tat?”
“Kepercayaan?”
“Oke..kepercayaan. Next?”
“Uhm…Kejujuran Dalam Komunikasi..”
“Check. Teruuuusss…Uhmmm..bagaimana dengan Penghargaan? Bukankah kau selalu butuh penghargaan dari pasanganmu?”
“Ya, itu juga termasuk. Jangan lupa juga Pengertian. Kesetiaan. Penghormatan Yang Tulus Pada Pasangan,Kestabilan Finansial….uhmm…”
“Bagaimana dengan Penerimaan? Bukankah kita harus menerima pasangan kita dengan segala lebih dan kurangnya?”
“Kalau aku sih lebihnya aja..kalau kurangnya ogah…”
“Tataaaaaattt?” Tatat tertawa sementara Bohai manyun.
(kira-kira Tatat sungguh-sungguh nggak ya?)
“Oke lanjut lagi. Udah mulai banyak nih…”
“Oh ya…ini nih..tapi aku susah menyebutnya apa. Tapi pernah nggak sih terpikirkan bahwa ketika kita memilih pasangan kita, disaat itu pula kita secara tidak langsung memutuskan untuk mau-tidak-mau terlibat dengan segala hal yang berhubungan dengan pasangan kita?”
“Maksudnya?”
“Maksudnya begini. Ibarat kata orang nikah, nggak cuma seorang itu aja yang dinikahi, tapi dia juga menikahi keluarganya. So this is not just about pernikahan 2 orang saja, tapi pernikahan 2 keluarga dengan latar belakang dan budaya yang berbeda. Seperti itu pula ketika kita pacaran. Kita harus siap untuk masuk ke dalam kehidupan pacar kita. Kita mau kenal dengan teman-temannya. Kita mau ngumpul dengan keluarganya. Dan lain sebagainya. Apa itu nyebutnya?”
“Hmmm…entahlah…aku tidak bisa menemukan padanan yang cocok. Tapi menurutmu, kamu ndak udah melakukan itu?”
“Oh ya?” tanya Bohai.
“Uhmm..belum total sih..Tapi kayaknya kamu juga belum kan”
“Iya juga. Habisnya…sepertinya dunia kamu dan teman-temanmu sangat berbeda…i just cannot live in it..Tapi setidaknya aku kan juga tahu temen-temenmu. Aku juga udah tahu keluargamu kan?”
“Kamu pikir itu cukup?”
“Semoga saja iya. And by the way…teman-temanku berpikir bahwa kamu nggak ramah. Bapak kos juga pernah bilang kalau sikap kamu kurang sopan. Could you just say hi to him and give him a smile?”
“Ah, males ah..”
“Sadar nggak sih kalo sikap cuek kamu itu justru bikin situasiku serba sulit? Kalo begini terus sebaiknya kamu jangan datang lagi kesini Tat…”
“Kok pembicaraannya jadi serius gini?”
“Lhoh? kita sedang membicarakan tentang hal-hal apa saja selain kata “aku cinta kamu” yang bisa bikin hubungan kita stabil. Ini berarti juga kita sedang mencari satu lagi item. Yaitu Menyamakan Persepsi. Menurutku itu sangat penting, bahwa apa yang menurutmu nggak penting itu buat aku sangat penting, begitu juga mungkin sebaliknya. Kalau hal seperti ini dibiarkan terus, bisa-bisa hubungan kita jadi kacau..”
Tatat mulai merasa tidak nyaman. Dia bangkit dari posisi “nglemprak” nya.
“seperti biasa, lari dari diskusi.”
“Aku nggak lari kok. Cuma males aja. Hal kayak gitu kan nggak penting banget? Kenapa sih nggak bisa santai aja ngejalanin ini?”
Bohai diam. Satu lagi perbedaan antara dirinya dan Tatat. Dia suka membahas apapun dan Tatat lebih suka hal-hal yang tidak membuat dirinya pusing.
(ssstt…Bohai melihat ini sebagai ketidakseriusan dari penyataan “Mencintai Bohai Sepenuh Hati” oleh Tatat)
“udah ah, aku mau pulang aja…”
Bohai diam. “Ya udah kalo mau pulang…”
Tatat keluar kamar dan turun melalui tangga. beberapa detik kemudian dia sudah menghilang dari pandangan mata Bohai. beberapa saat kemudian suara deru motor menyala dan beranjak menjauh.
Bohai terdiam dalam situasi hening. Tirai kamarnya melambai-lambai tertiup angin siang dimusim kering kota Semarang.
Sejurus kemudian dia melihat daftar yang baru saja dia buat bersama dengan Tatat. belum selesai…masih ada nomer-nomer lain yang belum diisi. Tatat memegang kertas itu. Dia beranjak menuju memo pad yang tertempel didinding kamarnya. Dia mengambil memo nail dan menancapkan kertas berisi daftar yang berheadline “I Love You” itu ke memo pad.
“Hhh…ternyata, cinta saja memang tidak pernah cukup buat aku…”
XOXO,
Toekang Roempi