Tatat Dan Bohai : Telling The Truth And Lie (Again)

Bohai memegang mug berisi teh manis panas, tidak dipegangannya, tapi di badan mug. Dia merasakan suhu hangat mulai merayapi telapak tangannya dan ke permukaan kulit jari-jarinya. Sempat beberapa kali dia merasa suhu terlalu panas dan dia melepas genggamannya sebentar. Lalu berlanjut lagi. Bohai suka dengan sensasi ketika hangatnya air dalam mug menghangatkan telapak tangannya dan bisa saja menjalar sampai ke dalam hatinya.

"hold it"

"hold it"

Dia jadi ingat dengan sebuah artikel yang pernah dia baca bahwa orang yang senang memegang mug dalam keadaan hangat, bisa menjadi orang dengan pribadi yang lebih ramah, lebih terbuka dengan orang lain, lebih hangat, dan menjadi positif. Entah ada hubungan apa antara suhu hangat yang menjalar ke telapak tangan dengan kepribadian yang lebih ramah pada seseorang. Mungkin memang ada benarnya bahwa suhu hangat itu menjalar melalui telapak tangan dan kemudian ke dalam hati.

Pagi itu, di minggu pagi yang cerah Bohai duduk diatas balkon lantai 2 rumah kosnya, yang mungkin lebih mirip asrama. Dimana kamar berjajar sedemikian rupa di 2 rumah yang terpisah. Sama-sama berlantai 2. Penghuninya dari mana saja, bahkan Bohai tidak terlalu memperhatikan.

Tampak tetangga sebelahnya sedang menjemur kasur kapuk yang sudah bernoda disana sini.

“Bocor ya semalem?” tanya Bohai iseng. Padahal Bohai tahu semalam hujan sama sekali tidak turun.

Si tetangga kos cuma tersenyum simpul sambil sesekali menepuk-nepuk kasurnya dengan rotan yang…you know lah bentuknya seperti apa. Seperti roti “pretzel” dengan tangkai. Ya, seperti itu. Dan debu mengepul ke udara setiap kali rotan digebukkan ke atas kasur.

Sementara di depan kamar rumah kos yang ada didepan, Bohai bisa melihat seorang penghuni sedang membersihkan sepeda motornya. Disemprot. Disabunin. Digosok. semprot lagi. Dilap. Lalu dia manggut-manggut.

“sayang banget sih ma motor…” ujar Bohai lirih.

Suhu hangat masih dirasakannya, tapi lama-lama sudah mulai berkurang. Bohai melongok ke dalam mugnya. Teh manisnya masih banyak. Dia hanya menyesap beberapa kali dan sibuk melihat kegiatan orang-orang disekitarnya sampai lupa dengan tehnya sendiri.

Bohai beranjak dari tempat duduknya. dia masuk kamar dan meletakkan mug berisi air teh manis diatas meja kamarnya. Beberapa saat kemudian dia berhasil “nggelosor” diatas kasurnya.

“Aaahh…minggu pagi emang enak buat males-malesan…”

Pria itu duduk didepan si wanita. Si wanita sedang meremas-remas tangannya sendiri tanda dia sedang khawatir. Kepalanya tertunduk sementara raut mukanya tampak begitu sedih.

"love?"

"love?"

Si lelaki memegang tangan si wanita dengan lembut dan sedikit meremasnya. Kebalikan dengan raut muka si wanita, pria ini tampak begitu tenang. Wajahnya jadi terlihat lebih ganteng dar biasanya. Perlahan dia gerakkan tangan kanannya. Jari telunjuknya menempel di dagu si wanita dan pelan-pelan jari itu mengangkat wajah si wanita yang sedari tadi tertunduk.

“Ada apa?” tanyanya.

Si wanita hanya terdiam dengan menggerakan sedikit ujung-ujung bibirnya. Mencoba tersenyum tapi rasanya terlihat begitu terpaksa. Kenapa, tanya pria itu lagi. Kali ini si wanita menggeleng. Lalu si pria melepaskan ujung ibu jarinya dari dagu si wanita. Dia beranjak dari tempat dimana dia duduk dan sekarang berpindah ke samping si wanita. Bangku taman yang panjang itu cukup untuk mereka berdua.

Wajah si wanita masih tertunduk dan si lelaki masih dengan lekat melihatnya. Kamu tidak usah khawatir, begitu kalimat yang diucapkan si pria pada kekasihnya.

“Aku akan bertanggung jawab untuk kejadian kemarin malam. Aku tahu aku yang salah. Aku menyesal tapi aku bertanggung jawab. Kita akan menikah. Aku janji…”

Wajah si wanita terangkat. Raut mukanya berubah menjadi antara senang dan heran. Is this really happen? Why it seems so easy? Tidak seperti yang tampak di film-film itu dimana justru pertengkaran yang terjadi. Lalu si pria akan meninggalkan si wanita. Dan si wanita akan merana seumur-umur karena jadi korban luar dalam dari rayuan maut sang kekasih gombal.

‘Would you marrie me?” tanya si pria.

"cross it!"

"cross it!"

Si wanita terlihat begitu bungah. Entah dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Saking tak percayanya bahkan kata iya pun susah keluar dari dalam mulutnya. Dia hanya menganga tak percaya.

Belum selesai rasa terkejutnya si pria beranjak dari tempat duduknya. Dia mencari-cari sesuatu, kemudian menemukan sesuatu, dan kembali pada kekasihnya. Dia melakukan sesuatu sebentar dan…

“Aku tak sempat membeli cincin pertunangan. Semoga cincin dari rumput dan bunga ini bisa mewakili perasaanku padamu. Aku cinta kamu. Aku pengin bersama-sama dengan kamu. Mau kan nikah sama aku?”

Si wanita mengangguk sambil mengeluarkan suara kecil “he-e..he-e…” Lalu mereka berdua pun berpelukan.

Kemarin malam saat hujan, kata-kata cinta dari sang pria mampu meluluhkan hati si wanita. Dan akhirnya, semuanya pun terjadi.

“Aku bener-bener cinta sama kamu…”

semula si wanita tak percaya tapi ketika si pria menempelkan telapak tangan si wanita ke dadanya, si wanita merasakan sesuatu – selain deg-degan tentunya karena dada kekasihnya begitu bidang dan berbulu. Itu..debar-debar jantung itu…apakah itu cinta? Apakah dia benar-benar mencintai aku.

"anwer it!"

"anwer it!"

Si wanita pernah membaca sebuah artikel (sama seperti Bohai yang senang membaca artikel, terutama tentang asmara) yang menyebutkan bahwa slaah satu cara untuk melihat apakah seseorang itu berbohong atau tidak adalah dengan melihat jauh kedalam matanya. apabila dia menghindari tatapan mata, maka dipastikan orang itu bohong.

Tapi dia, tatapan matanya begitu tajam. Kedua bola matanya tidak jelalatan. begitu pasti. Begitu yakin. Dan ini semua adalah kebenaran bahwa dia mencintaiku, begitu pikir si wanita.

Si wanita tidak mengindahkan fakta bahwa degup-degup jantung itu adalah segup-degup jantung seseorang yang sudah tak sabar ingin menikmati sesuatu yang sudah lama diinginkannya. Dan malam itu, si pria sudah sedekat ini dengan si wanita, pantas saja dia deg-degan.

“Sebentar lagi..sebentar lagi…rayuan mautku akan kena sasaran…” begitu pikir si pria. Dan benar saja…sesuatu terjadi malam itu, ditengah hujan deras.

Sempat si wanita ragu apakah semuanya ini benar, tapi kejadian di bangku taman pada minggu pagi semakin meyakinkan dia bahwa kekasihnya mencintai dia. Semoga saja benar, begitu pikir si wanita.

Ya, benar hanya pada saat itu. Karena nyatanya si pria tak kelihatan batang hidungnya. Dia menghilang bagai ditelan bumi. Susah dihubungi, susah ditemui. berhari-hari. berminggu-minggu. Dan kemudian berbulan-bulan. Si wanita kelimpungan. Cincin rumput dan bunga itu sudah lama layu dan tak pernah berubah menjadi cincin pertunangan, tidak dari emas putih atau imitasi sekalipun.

Meski tak sampai berbadan dua, tetap saja si wanita khawatir dan sedih. Semuanya sudah terjadi. Dan kebenaran yang disangka wanita ada dikedua bola mata kekasihnya malam itu, menguap entah kemana.

Sempat terpikir oleh si wanita meminta bantuan tim Termehek-mehek yang selama ini “mengklaim” mampu menemukan orang hilang dalam waktu beberapa hari saja , seperti yang si wanita lihat ditayangan salah satu TV swasta Indonesia, tapi kemudian si wanita urung. bagaimana bisa dia menghadapi orang-orang yang akan melihat wajahnya sebagai seorang wanita yang telah menyerahkan “semuanya” kepada kekasihnya yang ternyata buaya darat juragan gombal? Itu sama saja membuka aib sendiri. Dan bahkan sampai sekarang wanita itu tidak mengerti bagaimana orang-orang yang muncul di TV itu begitu berani dan rela aibnya di buka-buka didepan mata setiap orang? Bukankah harusnya aib itu ditutup?

si wanita tersadar kemudian bahwa dia tidak akan menjadi korban selanjutnya dari industri hiburan di Indonesia yang sama sekali sudah masuk ke tahap nggak masuk akal!

semuanya sudah terjadi dan biar saja terjadi. Dan kini si wanita begitu merana menyusuri jalan hidupnya.

Bohai menyeka “iler” dari sudut mulutnya.

‘Duh..aku mimpi apa ya barusan?”

Bohai melihat sekeliling kamarnya. Matahari semakin naik. Dan suara gebukan-gebukan rotan diatas kasur itu kembali terdengar.

Bohai terduduk diatas tempat tidurnya. beberapa saat kemudian dia meraih hapenya. Kemudian membuka aplikasi mfacebook. Dia mengetikan sesuatu diprofilenya.

"T&L"

"T&L"

Bohai said : “Could somebody tell me…How to know if someone tell you the truth or lie? …Oh God, i wish i could see the truth not only by the eyes…”

XOXO,

Toekang Roempi

One thought on “Tatat Dan Bohai : Telling The Truth And Lie (Again)

Leave a reply to nepih Cancel reply